Aku sebel banget hari ini. Lagi-lagi si Darren bikin masalah lagi sama aku. Kenapa sih dia nggak bosen-bosennya ngerjain aku? Emangnya nggak ada yang lain yang dijahilin ya selain aku?
"Soalnya kamu yang paling enak dijahilin." begitu jawabnya tiap kali aku protes padanya kenapa dia selalu saja menjahiliku.
Seperti pagi ini, aku datang 15 menit sebelum bel masuk, karena merasa tenang tidak ada peer sehingga aku juga merasa tidak perlu berangkat pagi. Kelas sudah ramai dengan dengung suara teman-teman mengobrol. Dengan santai kuletakkan tas di meja dan duduk sambil merapikan rambut dan kacamataku.
"Eeeeh, kok kamu malah duduk-duduk santai gitu sih? Lupa ya kalo hari ini ada peer fisika sama Bu Har?" serunya dengan nada panik. Aku yang awalnya tenang-tenang jadi gelisah, tapi aku masih merasa aman. Tapi Dodo, teman sebangku Darren malah memanas-manasi keadaan dengan ikut-ikutan panik. Aku merasa dikerjai olehnya, tapi aku juga takut kalo emang bener kata dia ada peer. Bu Har kan jam pertama dan 10 menit lagi bel akan berbunyi.
"Ren, yang bener nih, ada peer apa nggak?" tanyaku gusar. Aku mulai merogoh tasku mencari bukuku. Kuperiksa apakah benar ada peer atau tidak. Tiba-tiba Darren menyambar bukuku dan membawanya ke mejanya.
"Pinjem bentar ya bukunya, mau kusalin catatan yang kemarin!" tukasnya dengan santai. Mukaku merah padam karena malu dan marah. Ternyata dia hanya berniat mencontek catatan fisikaku! Teman-teman sekelas cekikikan karena merasa bahwa kejahilan Darren terhadapku adalah hiburan.
"Sabar ya Ve, dia kan emang kayak gitu, udah biasa kan kamu dikerjain" ucap Sherma, teman sebangkuku menenangkanku. Dia paham betul bahwa aku yang sangat sensitif ini tidak suka gangguan, apalagi menjadi objek kejahilan. Dan herannya, hanya aku! Apa dia pikir my clumsiness is something that so interesting to playing around with?
Aku berjalan cepat ke mejanya, berusaha mengambil catatanku, tapi dia dengan santainya menahan bukuku dan berkata dia belum selesai mencatat. Dan aku yakin sekali dia berbohong.
Dan perebutan buku berlangsung sampai Bu Har datang. Dan yang lebih sial lagi, Bu Har bukannya memarahi Darren justru malah menegurku karena akulah yang tidak duduk tenang di bangkuku. Menyebalkan sekali.
Seharian itu rasanya aku merasa tidak nyaman sekali karena Darren menjadikanku objek kejahilannya seperti biasa. Harus bagaimana supaya dia sadar bahwa aku sangat amat tidak suka diganggu?
Ting tong! Terdengar bel pintu berbunyi. Sepertinya ada tamu. Ah, biarkan saja, nanti juga ibu atau ayah atau barangkali Mbak Lis yang akan membukakan pintu, pikirku. Aku malas turun. Tapi kemudian bel itu berbunyi terus, gemas dibuatnya, akhirnya aku menyerah dan turun. Tak ada seorang pun di bawah, kemana semua orang?
Kubuka pintu dan kulihat sekeliling, tak ada siapa-siapa! Aneh sekali, siapa yang memencet bel ya tadi?
Aku hampir saja menutup pintu ketika kulihat dengan sudut mataku sebuket bunga tergeletak di depan pintu di atas keset. Buket bunga? Untuk siapa ya? Kuraih dan kubaca kartu yang tertera pada buket itu
Untuk Vela.
Maafkan aku.
hanya itu saja? aneh sekali. Eh, ada lagi! di balik lipatan kartu.
Aku sayang kamu.
hah? siapa nih yang iseng kirim beginian?
Aku bertanya-tanya dengan heran. Secret admirer ya? aku? nggak nyambung.
Ya sudahlah. Kuletakkan bunga itu dalam vas yang sudah kuisi air. Hmm.. selera orang itu lumayan juga. Bunganya cantik dan... sesuai denganku.
Apa sebaiknya aku menelpon Sherma ya? Ah, tidak usah dulu. Jangan-jangan ini cuma kerjaan orang iseng. Kan malu kalo aku geer duluan.
Aku memutuskan untuk membiarkannya.
***
Disekolah, kejahilan Darren semakin bertambah dan dengan intensitas yg kurasakan juga meningkat.
Astaga, ada apa dengan anak ini?
Dirumah, bunga kiriman bunga itu datang setiap hari. Kata-katanya pun sama. Aku mulai ketakutan.
Kenapa di sekolah dan di rumah hidupku tidak pernah tenang?
***
"Sherma..."
"Kenapa Ve?"
"Aku mau cerita nih.."
"Ada apaan?"
"Tau ngga sih...." dan kuceritakan semuanya pada Sherma, yang kurasakan dan yang kualami, semuanya tanpa sensor. Sherma mendengarkanku, tanpa menyelaku sedikitpun. Dia mengangguk, kadang mengernyitkan dahinya pada bagian tertentu. Dan di akhirnya ceritaku, Sherma menyunggingkan senyum setengah geli.
"Kenapa Sher?"
"Vela, kamu mikir nggak, kalo yang ngirim kamu bunga itu Darren?"
Aku mengerjapkan mataku. Sekali. Dua kali. Mulutku terbuka dan aku yakin wajahku menampakkan ekspresi apakah-kau-baru-saja-bilang-ada-alien-turun-ke-bumi dengan tololnya.
Sherma semakin menertawakan aku.
"Vela.. Vela..kamu polos banget ya ternyata.. kayaknya cuma kamu doang deh yang ngga nyadar kalo Darren tuh ada something sama kamu, anak-anak sekelas juga pada ngerasa, cuma pada diem-diem aja. Abisnya kamu ngambek mulu kalo dikerjain ama dia."
"Kalo emang dia ada something sama aku, kenapa juga dia selalu njahilin aku?" tanyaku keheranan. Bukankah seharusnya dia memperlakukanku dengan baik?
"Kamu kayak nggak tahu aja. Tipe cowok kayak Darren kan emang nggak bisa bersikap yang lembut-lembut. Pasti dia malah malu kalo berusaha bersikap begitu. Makanya dia tunjukkin dengan cara kayak gitu."
Sejujurnya, aku masih sangsi dengan penjelasan Sherma. Tapi mau tidak mau kata-katanya nyantol di pikiranku. Darren naksir aku? God.
***
Oh, ini semua karena Sherma. Kata-katanya kemarin membuatku makin aware dengan keberadaan Darren.
Aku semakin peka dengan omongannya, caranya berbicara dan gayanya. Tingkah lakunya dan semuanya. Dan sepertinya dia sadar akan perhatianku, dan itu membuatnya menjadi bersikap agak lain dari biasanya. Dan perubahan sikapnya ini, kutandai sebagai salah satu sign bahwa kata-kata Sherma kemarin mungkin saja benar. Tapi, kalau Darren benar suka padanya, dia harus bagaiman? Tunggu. Bukankah dia membenci Darren? Lantas kenapa dia kebingungan? Ya Tuhan, ini menjadi semakin rumit saja.
***
"Kamu nggak bisa kayak gini terus. Bisa-bisa dia malah ilfil sama kamu. kamu harus ambil langkah pasti dong!"
"Tapi aku takut Do, gimana kalo dia beneran nggak suka sama aku? kan bisa mati gaya aku di depan dia sama anak-anak sekelas"
"halah, kamu kok ya sempet-sempetnya mikirin mati gaya. cowok macam apa kamu itu hah?!"
"iya ya Do. gue langsung aja kali ya Do"
"nah, itu baru namanya cowok"
dan kedua orang itu pun berhigh five untuk kesuksesan salah satu dari mereka.
***
Ting tong!
Nah lho, apakah ini si pengirim bunga lagi? Aduh, kok aku jadi deg-degan gini.. kenapa ya..?
Pelan pelan aku menuruni tangga, dan dengan perlahan berjalan menuju pintu,dan kuintip melalui pinggir jendela. Bunga. Dan seseorang yang membawanya. Ya Tuhan. Itu kan Darren. Ya, DARREN.
Kubuka pintu tanpa bisa menyembunyikan wajah kagetku. Darren. di depan pintu rumahku. membawa bunga.
Bukan sesuatu yang bisa diterima akal sehatku. Tapi berlawanan dengan akalku, jantungku makin berdebar tidak karuan. aku khawatir wajahku bakal memerah bahkan sebelum ia sempat mengatakan apapun padaku.
"Masuk Ren." aku menyilakannya dengan sesopan dan selembut mungkin. Tunggu, kenapa harus sopan dan lembut? ah, tidak tahu ah. Aku bingung. Turuti saja kata hati.
"Eh, nggak usah, Disini aja..." tampaknya dia masih mau melanjutkan, jadi kutunggu.
Dia mengulurkan buket bunga yang ada di tangannya padaku.
Dengan malu namun tegas, diucapkannya padaku,
"Vela Darlenia, aku menyukaimu. Maukah kamu jadi pacarku?"
Sejenak aku lupa caranya bernafas. Untuk sedetik yang terasa lama jantungku berhenti berdetak, kemudian berdetak lagi dengan kecepatan extra.
Mata Darren yang tajam menembus kacamataku dan menatap tepat ke arah mataku.
Bernapaslah Vela, atau kau tidak akan bisa bicara untuk menjawabnya.
"Aku...aku... Darren,aku..." aku sungguh kehilangan kata-kata dan tidak tahu bagaimana harus menjawabnya, dan kata-kata berhamburan dari mulut Darren begitu ia melihat ketidakkuasaanku menjawabnya.
"Aku tau kamu pasti sebel sama aku, bahkan mungkin benci sama aku atas kelakuanku sama kamu. Aku tau kamu nggak pernah nyaman apalagi suka digangguin atau dijahilin, tapi itu murni karena aku pengen deket sama kamu. Pengen agar ada sesuatu yang menghubungkan kita. Aku tau aku egois, tapi aku beneran suka sama kamu, dan semua kejahilan itu semata-mata karena aku pengen.."
"Darren...Darren.. stop. Aku..aku udah tau soal itu.." jawabku perlahan. Membuat mata Darren melebar, dan ia melanjutkan, "lantas kenapa kamu..."
Kuangkat tanganku untuk menghentikan ucapannya,
"Itu karena aku sendiri bingung sama apa yang aku rasain.. kayaknya aku... aku...."
"kamu?" tanya Darren yangn suaranya diwarnai ketegangan.
"Kayaknya aku juga suka sama kamu" jawabku dengan cepat dan lirih.
Walaupun begitu, dari binar yang terpancar dimatanya dan ketegangan yang memudar dari wajahnya, aku tau dia bisa mendengarku.
"Kalau begitu untuk pertanyaanku tadi, jawabannya iya?" tanyanya dengan senyum jahil penuh kemenangan.
Aku hanya bisa mengangguk pasrah.
"Kalau gitu, ulangi lagi dong ucapanmu yang tadi itu. Aku mau denger lebih jelas." ucapnya lembut sambil menatapku.
Kali ini saatnya aku membalas dendam.
"Nggak akan sampai kamu berhenti njahilin aku dan minta maaf sama aku dan mau ngelakuin apa aja yang aku minta"
Lagaknya ia mendengar nada jahil dalam suaraku yang belum pernah didengarnya.
"Hm, mau ganti jahilin aku ya? Masih terlalu cepat sepuluh tahun" katanya sambil menjulurkan lidah dan menyematkan sebuah bunga dikepalaku yang bukannya membuatku menjadi cantik justru malah konyol. Dalam kekagetanku, dia menjauh dariku sambil tertawa-tawa. Sedetik kemudian...
"DARREEEEEEN!!"
*ini adalah cerpen pertama yang selesai dengan sukses dan dengan nekatnya kupost dalam blog. mohon maaf jika ceritanya aneh dan gaya bahasanya berantakan. maklum pemula. ditunggu kritik dan sarannya*
"Soalnya kamu yang paling enak dijahilin." begitu jawabnya tiap kali aku protes padanya kenapa dia selalu saja menjahiliku.
Seperti pagi ini, aku datang 15 menit sebelum bel masuk, karena merasa tenang tidak ada peer sehingga aku juga merasa tidak perlu berangkat pagi. Kelas sudah ramai dengan dengung suara teman-teman mengobrol. Dengan santai kuletakkan tas di meja dan duduk sambil merapikan rambut dan kacamataku.
"Eeeeh, kok kamu malah duduk-duduk santai gitu sih? Lupa ya kalo hari ini ada peer fisika sama Bu Har?" serunya dengan nada panik. Aku yang awalnya tenang-tenang jadi gelisah, tapi aku masih merasa aman. Tapi Dodo, teman sebangku Darren malah memanas-manasi keadaan dengan ikut-ikutan panik. Aku merasa dikerjai olehnya, tapi aku juga takut kalo emang bener kata dia ada peer. Bu Har kan jam pertama dan 10 menit lagi bel akan berbunyi.
"Ren, yang bener nih, ada peer apa nggak?" tanyaku gusar. Aku mulai merogoh tasku mencari bukuku. Kuperiksa apakah benar ada peer atau tidak. Tiba-tiba Darren menyambar bukuku dan membawanya ke mejanya.
"Pinjem bentar ya bukunya, mau kusalin catatan yang kemarin!" tukasnya dengan santai. Mukaku merah padam karena malu dan marah. Ternyata dia hanya berniat mencontek catatan fisikaku! Teman-teman sekelas cekikikan karena merasa bahwa kejahilan Darren terhadapku adalah hiburan.
"Sabar ya Ve, dia kan emang kayak gitu, udah biasa kan kamu dikerjain" ucap Sherma, teman sebangkuku menenangkanku. Dia paham betul bahwa aku yang sangat sensitif ini tidak suka gangguan, apalagi menjadi objek kejahilan. Dan herannya, hanya aku! Apa dia pikir my clumsiness is something that so interesting to playing around with?
Aku berjalan cepat ke mejanya, berusaha mengambil catatanku, tapi dia dengan santainya menahan bukuku dan berkata dia belum selesai mencatat. Dan aku yakin sekali dia berbohong.
Dan perebutan buku berlangsung sampai Bu Har datang. Dan yang lebih sial lagi, Bu Har bukannya memarahi Darren justru malah menegurku karena akulah yang tidak duduk tenang di bangkuku. Menyebalkan sekali.
Seharian itu rasanya aku merasa tidak nyaman sekali karena Darren menjadikanku objek kejahilannya seperti biasa. Harus bagaimana supaya dia sadar bahwa aku sangat amat tidak suka diganggu?
Ting tong! Terdengar bel pintu berbunyi. Sepertinya ada tamu. Ah, biarkan saja, nanti juga ibu atau ayah atau barangkali Mbak Lis yang akan membukakan pintu, pikirku. Aku malas turun. Tapi kemudian bel itu berbunyi terus, gemas dibuatnya, akhirnya aku menyerah dan turun. Tak ada seorang pun di bawah, kemana semua orang?
Kubuka pintu dan kulihat sekeliling, tak ada siapa-siapa! Aneh sekali, siapa yang memencet bel ya tadi?
Aku hampir saja menutup pintu ketika kulihat dengan sudut mataku sebuket bunga tergeletak di depan pintu di atas keset. Buket bunga? Untuk siapa ya? Kuraih dan kubaca kartu yang tertera pada buket itu
Untuk Vela.
Maafkan aku.
hanya itu saja? aneh sekali. Eh, ada lagi! di balik lipatan kartu.
Aku sayang kamu.
hah? siapa nih yang iseng kirim beginian?
Aku bertanya-tanya dengan heran. Secret admirer ya? aku? nggak nyambung.
Ya sudahlah. Kuletakkan bunga itu dalam vas yang sudah kuisi air. Hmm.. selera orang itu lumayan juga. Bunganya cantik dan... sesuai denganku.
Apa sebaiknya aku menelpon Sherma ya? Ah, tidak usah dulu. Jangan-jangan ini cuma kerjaan orang iseng. Kan malu kalo aku geer duluan.
Aku memutuskan untuk membiarkannya.
***
Disekolah, kejahilan Darren semakin bertambah dan dengan intensitas yg kurasakan juga meningkat.
Astaga, ada apa dengan anak ini?
Dirumah, bunga kiriman bunga itu datang setiap hari. Kata-katanya pun sama. Aku mulai ketakutan.
Kenapa di sekolah dan di rumah hidupku tidak pernah tenang?
***
"Sherma..."
"Kenapa Ve?"
"Aku mau cerita nih.."
"Ada apaan?"
"Tau ngga sih...." dan kuceritakan semuanya pada Sherma, yang kurasakan dan yang kualami, semuanya tanpa sensor. Sherma mendengarkanku, tanpa menyelaku sedikitpun. Dia mengangguk, kadang mengernyitkan dahinya pada bagian tertentu. Dan di akhirnya ceritaku, Sherma menyunggingkan senyum setengah geli.
"Kenapa Sher?"
"Vela, kamu mikir nggak, kalo yang ngirim kamu bunga itu Darren?"
Aku mengerjapkan mataku. Sekali. Dua kali. Mulutku terbuka dan aku yakin wajahku menampakkan ekspresi apakah-kau-baru-saja-bilang-ada-alien-turun-ke-bumi dengan tololnya.
Sherma semakin menertawakan aku.
"Vela.. Vela..kamu polos banget ya ternyata.. kayaknya cuma kamu doang deh yang ngga nyadar kalo Darren tuh ada something sama kamu, anak-anak sekelas juga pada ngerasa, cuma pada diem-diem aja. Abisnya kamu ngambek mulu kalo dikerjain ama dia."
"Kalo emang dia ada something sama aku, kenapa juga dia selalu njahilin aku?" tanyaku keheranan. Bukankah seharusnya dia memperlakukanku dengan baik?
"Kamu kayak nggak tahu aja. Tipe cowok kayak Darren kan emang nggak bisa bersikap yang lembut-lembut. Pasti dia malah malu kalo berusaha bersikap begitu. Makanya dia tunjukkin dengan cara kayak gitu."
Sejujurnya, aku masih sangsi dengan penjelasan Sherma. Tapi mau tidak mau kata-katanya nyantol di pikiranku. Darren naksir aku? God.
***
Oh, ini semua karena Sherma. Kata-katanya kemarin membuatku makin aware dengan keberadaan Darren.
Aku semakin peka dengan omongannya, caranya berbicara dan gayanya. Tingkah lakunya dan semuanya. Dan sepertinya dia sadar akan perhatianku, dan itu membuatnya menjadi bersikap agak lain dari biasanya. Dan perubahan sikapnya ini, kutandai sebagai salah satu sign bahwa kata-kata Sherma kemarin mungkin saja benar. Tapi, kalau Darren benar suka padanya, dia harus bagaiman? Tunggu. Bukankah dia membenci Darren? Lantas kenapa dia kebingungan? Ya Tuhan, ini menjadi semakin rumit saja.
***
"Kamu nggak bisa kayak gini terus. Bisa-bisa dia malah ilfil sama kamu. kamu harus ambil langkah pasti dong!"
"Tapi aku takut Do, gimana kalo dia beneran nggak suka sama aku? kan bisa mati gaya aku di depan dia sama anak-anak sekelas"
"halah, kamu kok ya sempet-sempetnya mikirin mati gaya. cowok macam apa kamu itu hah?!"
"iya ya Do. gue langsung aja kali ya Do"
"nah, itu baru namanya cowok"
dan kedua orang itu pun berhigh five untuk kesuksesan salah satu dari mereka.
***
Ting tong!
Nah lho, apakah ini si pengirim bunga lagi? Aduh, kok aku jadi deg-degan gini.. kenapa ya..?
Pelan pelan aku menuruni tangga, dan dengan perlahan berjalan menuju pintu,dan kuintip melalui pinggir jendela. Bunga. Dan seseorang yang membawanya. Ya Tuhan. Itu kan Darren. Ya, DARREN.
Kubuka pintu tanpa bisa menyembunyikan wajah kagetku. Darren. di depan pintu rumahku. membawa bunga.
Bukan sesuatu yang bisa diterima akal sehatku. Tapi berlawanan dengan akalku, jantungku makin berdebar tidak karuan. aku khawatir wajahku bakal memerah bahkan sebelum ia sempat mengatakan apapun padaku.
"Masuk Ren." aku menyilakannya dengan sesopan dan selembut mungkin. Tunggu, kenapa harus sopan dan lembut? ah, tidak tahu ah. Aku bingung. Turuti saja kata hati.
"Eh, nggak usah, Disini aja..." tampaknya dia masih mau melanjutkan, jadi kutunggu.
Dia mengulurkan buket bunga yang ada di tangannya padaku.
Dengan malu namun tegas, diucapkannya padaku,
"Vela Darlenia, aku menyukaimu. Maukah kamu jadi pacarku?"
Sejenak aku lupa caranya bernafas. Untuk sedetik yang terasa lama jantungku berhenti berdetak, kemudian berdetak lagi dengan kecepatan extra.
Mata Darren yang tajam menembus kacamataku dan menatap tepat ke arah mataku.
Bernapaslah Vela, atau kau tidak akan bisa bicara untuk menjawabnya.
"Aku...aku... Darren,aku..." aku sungguh kehilangan kata-kata dan tidak tahu bagaimana harus menjawabnya, dan kata-kata berhamburan dari mulut Darren begitu ia melihat ketidakkuasaanku menjawabnya.
"Aku tau kamu pasti sebel sama aku, bahkan mungkin benci sama aku atas kelakuanku sama kamu. Aku tau kamu nggak pernah nyaman apalagi suka digangguin atau dijahilin, tapi itu murni karena aku pengen deket sama kamu. Pengen agar ada sesuatu yang menghubungkan kita. Aku tau aku egois, tapi aku beneran suka sama kamu, dan semua kejahilan itu semata-mata karena aku pengen.."
"Darren...Darren.. stop. Aku..aku udah tau soal itu.." jawabku perlahan. Membuat mata Darren melebar, dan ia melanjutkan, "lantas kenapa kamu..."
Kuangkat tanganku untuk menghentikan ucapannya,
"Itu karena aku sendiri bingung sama apa yang aku rasain.. kayaknya aku... aku...."
"kamu?" tanya Darren yangn suaranya diwarnai ketegangan.
"Kayaknya aku juga suka sama kamu" jawabku dengan cepat dan lirih.
Walaupun begitu, dari binar yang terpancar dimatanya dan ketegangan yang memudar dari wajahnya, aku tau dia bisa mendengarku.
"Kalau begitu untuk pertanyaanku tadi, jawabannya iya?" tanyanya dengan senyum jahil penuh kemenangan.
Aku hanya bisa mengangguk pasrah.
"Kalau gitu, ulangi lagi dong ucapanmu yang tadi itu. Aku mau denger lebih jelas." ucapnya lembut sambil menatapku.
Kali ini saatnya aku membalas dendam.
"Nggak akan sampai kamu berhenti njahilin aku dan minta maaf sama aku dan mau ngelakuin apa aja yang aku minta"
Lagaknya ia mendengar nada jahil dalam suaraku yang belum pernah didengarnya.
"Hm, mau ganti jahilin aku ya? Masih terlalu cepat sepuluh tahun" katanya sambil menjulurkan lidah dan menyematkan sebuah bunga dikepalaku yang bukannya membuatku menjadi cantik justru malah konyol. Dalam kekagetanku, dia menjauh dariku sambil tertawa-tawa. Sedetik kemudian...
"DARREEEEEEN!!"
*ini adalah cerpen pertama yang selesai dengan sukses dan dengan nekatnya kupost dalam blog. mohon maaf jika ceritanya aneh dan gaya bahasanya berantakan. maklum pemula. ditunggu kritik dan sarannya*
LovaPeace :*
Aya
No comments:
Post a Comment
Your comment is my pleasure. But please keep your word "save" for the readers :D