Tuesday 15 November 2011

Hello, Sunshine.


Pagi yang cerah. Tapi tidak secerah hatiku yang memburam. Kilasan gambar dan bayangan yang baru saja masuk dalam pikiranku kemarin sore terus merasukiku semakin dalam dan hampir membuatku sesak napas. Sesuatu seperti terentak dan tertarik ke arah yang berlawanan di suatu tempat di dadaku. Dan rasanya sakit.
Tanganku yang masih mengenggam guling, memeluknya lebih erat dan merapatkan selimut ke tubuhku. Kupejamkan mataku, aku tidak ingin bangun sekarang. Tapi justru kilasan itu semakin jelas di mataku yang tertutup, seolah aku sungguh melihatnya sekarang.
Tepat di pelupuk mataku yang terpejam aku bisa melihat bayangan mereka. Duduk di bangku teras dekat parkiran. Mata yang saling memandang. Tangan yang terjalin dibawahnya. Aku bahkan tidak sanggup untuk memperpanjang kunjunganku di parkiran. Aku tidak peduli lagi bahwa motorku masih ada disana. Aku langsung menghambur ke rumah temanku yang ada di dekat sekolah. Lebih lama disana dan aku hanya akan menyakiti hatiku sendiri dengan sia-sia.
Aku tidak ingat persis bagaimana aku bisa sampai di rumah setelahnya. Tapi yang jelas motorku tiba dengan selamat walaupun aku tidak ingat mengendarainya. Yang kuingat hanyalah bayangan di parkiran itu dan rasa sakit di dadaku. Suatu mukjizat aku tidak mengalami kecelakaan.
Air mataku menetes satu-satu tanpa kusadari. Tiba-tiba saja bantalku sudah basah karenanya. Aku menghapusnya dengan buru-buru, membersihkan wajahnya dari tetesan air mataku. Namun semakin aku berusaha menghapusnya, semakin deras air mataku. Setahuku aku bukan cewek cengeng yang nangis sesenggukan cuma gara-gara liat orang pacaran. Tapi karena “dia” yang pacaran, aku jadi tidak bisa menahan perasaanku sendiri.
Sudah sejak SMP aku naksir dengan “dia”, tapi tidak pernah dapet kesempatan untuk PDKT dengannya. Dan tiba-tiba saja di depan mataku tersaji pemandangan seperti itu. Well, bisa apa aku? Yang kubisa kan cuma diam dan meratapi nasib. Masa iya aku mau maksa mereka putus? Udah gila kali!
Lagipula dia kelihatannya seneng kok. Yaudah, aku cuma bisa pasrah kan? Aku juga nggak mau bikin dia sedih atau bingung dengan kelakuanku nanti. Aku nggak mau juga bikin dia jadi ilfil. Udah cukup yah. Kalo ada yang harus sedih, orang itu adalah aku. Aku yang pengecut, yang nggak mau ngejar cintaku sendiri. Yang nggak mau nunjukkin ke dia tentang perasaanku. Dan aku nggak pantes nangis kayak gini.
Nggak seharusnya aku menyesali hal ini. Aku sendiri yang memilih untuk tetap diam selama 2 tahun terakhir. Nggak ada yang bisa disalahkan selain aku sendiri. Jadi tangisan ini adalah hukuman untukku. Cukup sekali aja aku begini. Nggak lagi-lagi. Stop. Lebih dari ini atau aku nggak akan pernah bisa berhenti menyesal.
Kusingkap selimutku. Kemudian kulipat dan kuletakkan di ujung tempat tidur. Kurapikan bantalku dan kutumpuk gulingku diatasnya. Kusibak gordenku, kubuka jendela lebar-lebar sambil menghirup udara pagi yang kaya oksigen dan membiarkan sinar matahari menimpa wajahku dan menghapus bekas kesedihan yang sempat menyelimutiku.

3 comments:

  1. you know, when I told you to update your blog, I didn't expect something like this sist, but well... I know you're desperate for this thing, but I already told you to... move on.
    Just believe that something good will come to you in the end of the day, whatever it is, just believe in that...
    it's not good to know that you're not happy there, and I'm not around you, I want to hug you sist :*

    well... I coulnd't say much because I know it's all up to you in the end, FIGHTING sist, and good luck! ^_^ smile always!

    ReplyDelete
  2. even I myself didn't expect any kind of this post. its just flow out of my mind. well, maybe I still can't erase `that`, but I've tried my best. really I do.
    ne, miss you so much :* bogoshippoo~~
    ne, arasseo, gumawo ^^

    ReplyDelete
  3. semangat ya.. :) tuhan punya rencana yang baik dibalik semua itu.

    ReplyDelete

Your comment is my pleasure. But please keep your word "save" for the readers :D